Lompat ke isi utama

Berita

Revisi UU Pemilu, Perlukah?

Revisi UU Pemilu, Perlukah?

Revisi UU Pemilu, Perlukah?

SLEMAN-Kondisi perkembangan Pandemi Covid - 19 di Indonesia yang naik turun serta tidak bisa diprediksi dengan pasti kapan berakhirnya, membuat banyak kalangan merasa was - was, termasuk para pegiat Pemilu dan demokrasi yang merasa khawatir Pandemi Covid - 19 akan mengganggu pelaksanaan tahapan Pemilu dan Pemilihan Tahun 2024 sehingga mereka merasa perlu adanya revisi dalam Undang - Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017.

Berangkat dari rasa kekhawatiran itu, Bawaslu Kabupaten Sleman menyelenggarakan Webinar dengan tema Perlukah Undang - Undang Pemilu Direvisi dalam Kondisi Pandemi Covid - 19 pada hari Kamis tanggal 26 Agustus 2021.

Acara daring yang terbuka untuk umum ini menghadirkan narasumber - narasumber yang sudah tentu kompeten dan berpengalaman dalam bidang Kepemiluan, yaitu Dr. Wirdyaningsih, S.H.,M.H., praktisi hukum Universitas Indonesia, Zulfikar Arse Sadikin, S.I.P.,M.Si., Anggota DPR RI dari Komisi II, Jeirry Sumampouw, Koordinator Komite Pemilih Indonesia, dan Kahfi Adlan Hafiz,S.H. dari Perludem.

Saat membuka kegiatan webinar ini, Ketua Bawaslu DIY, Bagus Sarwono, menyampaikan apresiasinya kepada jajaran Bawaslu Kabupaten Sleman yang dengan sukses dapat melangsungkan acara ini.

"Ini kegiatan yang positif, di tengah keterbatasan akibat pandemi saat ini, Bawaslu Kabupaten Sleman dapat menyelenggarakan webinar yang dihadiri oleh ratusan peserta", tuturnya.

"Terkait revisi Undang - Undang Pemilu, rasanya masih ada peluang, mengingat kondisi saat ini memerlukan payung hukum baru, minimal ada Perppu yang nanti dikeluarkan", ujarnya.

Sementara itu, sebagai pemantik diskusi dalam acara webinar ini, Ketua Bawaslu RI, Abhan, S.H.M.H., menyampaikan terkait kompleksitas yang akan terjadi di Pemilu Serentak Tahun 2024.

"Tidak ada yang dapat memprediksi dengan pasti kapan pandemi ini akan segera berakhir, sehingga kita mau tidak mau harus menyiapkan asumsi bahwa Pemilu Serentak Tahun 2024 nanti masih berlangsung dalam situasi Pandemi Covid - 19", tuturnya.

"Banyak juga usulan - usulan dari Penyelenggara Pemilu soal efisiensi bentuk surat suara, desain formulir - formulir, sistem e - rekap dan teknis kerja KPPS yang hanya bisa diakomodir dengan payung hukum baru melalui revisi Undang - U dang Pemilu", tandasnya.

Selanjutnya, dimoderatori langsung oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman, pada kesempatan pertama yang diberikan, Dr. Wirdyaningsih, S.H.,M.H., menyoroti terhadap situasi darurat atau kegentingan yang memaksa dari terjadinya Pandemi Covid - 19

Menurutnya, Pandemi Covid - 19 ini tidak bisa diukur dan diperkirakan selesainya sehingga sudah bisa dikatakan memenuhi syarat kegentingan yang memaksa untuk dilakukannya revisi atau paling tidak ada Perppu yang dikeluarkan terhadap tahapan Pemilu Serentak Tahun 2024.

Di sisi lain, Kahfi Adlan Hafiz, S.H., dari Perludem (Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi) menyoroti tentang batalnya revisi UU Pemilu di tahun ini.

"Sangat disayangkan jika RUU Pemilu pada tahun ini akhirnya dikeluarkan dari prioritas Prolegnas", ujarnya.

"Sementara, di tahun 2024 akan ada dua pemilihan dan bisa jadi masih berlangsung dalam situasi Pandemi Covid - 19", tegasnya.

Sedangkan Jeirry Sumampaow, Koordinator Komite Pemilih Indonesia, mengatakan jika berkaca pada penyelenggaraan Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, masih banyak yang harus dievaluasi.

Diantaranya adalah tentang DPT yang selalu bermasalah, masyarakat yang masih saja sekedar menjadi obyek suara, dan persoalan kode etik Penyelenggara Pemilu yang masih mendominasi.

Ia menambahkan untuk saat ini Pandemi Covid - 19 menjadi sebuah tantangan baru bagi penyelenggaraan Pemilu, sehingga diperlukan mitigasi yang cepat dan tepat tanpa melanggar regulasi yang ada.

Pada kesempatan terakhir, narasumber dari Komisi II DPR RI, Zulfikar Arse Sadikin, S.I.P.,M.Si.,menekankan tentang hubungan antara revisi UU Pemilu dan kualitas dari Pemilu itu sendiri.

"Pada posisi awal, jika menghendaki perbaikan kualitas Pemilu, maka mau tidak mau undang - undangnya harus dirubah atau direvisi", tuturnya.

"Namun pada perkembangannya, sebagian pihak tidak ingin ada revisi terkait undang - undang ini karena Undang - Undang Pemilu dan Pemilihan yang ada masih dianggap cukup memadai untuk digunakan", jelasnya.

"Maka,jika memang benar - benar tidak akan ada revisi, ada dua sikap yang bisa kita lakukan, yaitu sikap positivistik dan progresif", lanjutnya.

"Sikap positivistik adalah dengan menerima apapun hasil dan kondisinya, dan sikap progresif adalah tetap melakukan perbaikan dengan memakai regulasi yang berada di bawah undang - undang dan ini memerlukan peran dari semua stake holder yang terkait", pungkasnya.(*)