Lompat ke isi utama

Berita

Pendekatan Psikologis Dalam Penyelesaian Sengketa

Pendekatan Psikologis Dalam Penyelesaian Sengketa

SLEMAN – Pada tahun 2024, Pemilu dan Pemilihan diselenggarakan dalam waktu yang berdekatan sehingga tahapan dari keduanya pasti saling beririsan dan bersinggungan satu sama lain. Bagi jajaran Pengawas Pemilu, hal ini tentunya harus disikapi dengan serius dan membutuhkan persiapan yang matang. Salah satunya adalah potensi kerawanan munculnya banyak sengketa di kedua tahapan Pemilu dan Pemilihan tersebut.

Itulah beberapa hal yang disampaikan oleh Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman, M. Abdul Karim Mustofa, saat membuka dan memberikan sambutan dalam kegiatan Peningkatan Kapasitas Pengawas Pemilu (Pentas Pemilu) pada hari Rabu tanggal 25 Agustus 2021 tentang penyelesaian sengketa.

Dipandu oleh Anggota Bawaslu Kabupaten Sleman yang juga merupakan Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa, Mujibur Rahman, kegiatan peningkatan kapasitas yang dilaksanakan secara daring ini tidak hanya diikuti oleh jajaran Pengawas Pemilu saja, tetapi juga terbuka untuk masyarakat umum. Menghadirkan dua orang narasumber yang sudah berpengalaman dalam mediasi dan adjudikasi sengketa, Sutrisnowati,S.H.,M.H.,M.Psi., Anggota Bawaslu DIY, dan Drs. Khoerun,M.H., Hakim Pengadilan Agama Kabupaten Sragen Jawa Tengah.

Dalam materi yang dijelaskan, Sutrisnowati, yang merupakan Koordinator Divisi Penyelesaian Sengketa ini memaparkan dalam upaya penyelesaian sengketa, baik itu mediasi maupun adjudikasi, ada koridor atau regulasi yang harus ditaati dan dijalankan. Namun, seringkali dalam upaya ini sisi – sisi psikologis justru terabaikan.

“Seperti yang sudah kita ketahui, ada aturan main dan regulasi yang harus kita patuhi dalam upaya penyelesaian sengketa yang muncul dalam tahapan Pemilu dan Pemilihan”, tuturnya.

“Namun demikian, dalam upaya penyelesaian sengketa ini ada aspek yang seringkali kita lupakan, yaitu aspek dari sisi psikologis para pihak yang sedang bersengketa”, tuturnya lagi.

“Sementara, jika sisi psikologis ini kita perhatikan lebih dalam lagi, justru dapat membantu kita agar sengketa yang berlangsung segera mendapatkan kesepakatan dan dapat memuaskan kedua belah pihak yang bersengketa”, tandasnya.

Lebih lanjut, perempuan yang pernah menjadi anggota Lembaga Ombudsman DIY ini menjelaskan jika sebagai manusia, para pihak yang bersengketa adalah makhluk yang bersifat individu namun juga sekaligus makhluk yang bersifat sosial. Dalam kedua sifatnya yang monopluralis ini, manusia menginginkan kebebasan yang yang seluas – luasnya dalam berkreasi dan berekspresi.

Namun ketika terjadi pembatasan dalam pemenuhan keinginan tersebut, maka akan terjadi kontestasi sehingga berpotensi terjadinya perselisihan atau sengketa. Sengketa yang melibatkan beberapa pihak membutuhkan penyelesaian yang cepat, tepat, dan efektif.

Pentingnya pendekatan psikologis dalam upaya penyelesaian sengketa, terutama dalam pelaksanaan mediasi diantaranya bermanfaat untuk membangun pola komunikasi yang efektif dan konstruktif, para pihak yang sedang bersengketa seringkali bertindak secara emosional daripada secara rasional, lebih mengenali akar permasalahan yang dihadapi oleh pihak – pihak yang sedang bersengketa, emosi sama sekali tidak mendatangkan manfaat, membantu berpikir lebih jernih untuk mengidentifikasi faktor – faktor yang menimbulkan masalah, serta dalam sisi yang positif, perasaan dan emosi dapat menjadi sebuah katalisator dalam upaya untuk menemukan solusi.

Sementara itu, senada dengan yang disampaikan oleh Sutrisnowati, dalam penyampaian materinya, Drs. Khoerun mengatakan kepada para peserta kegiatan peningkatan kapasitas ini jika dibutuhkan seni dan ketrampilan khusus dalam menangani mediasi atau persidangan antar pihak yang bersengketa.

“Seringkali, pihak yang sedang bersengketa ini datang ke pengadilan dalam keadaan gusar dan emosional”, tuturnya.

“Oleh sebab itu, dari pengalaman Saya selama belasan tahun menangani sengketa perceraian ataupun sengketa harta warisan, kita memerlukan teknik dan kiat – kiat khusus untuk menenangkan para pihak yang bersengketa agar dapat duduk bersama dan menemukan solusi terbaik untuk mereka, win – win solution istilanya”, lanjutnya.

“Seperti tadi yang disampaikan oleh Bu Wati, seringkali pendekatan – pendekatan secara psikologis perlu dilakukan agar kita dapat memahami dan menggali duduk permasalahan yang sebenarnya, dan justru jangan sampai kita ikut terbawa suasana yang tidak kondusif”, pungkasnya.(*).