Lompat ke isi utama

Berita

Pelepas Dahaga

Pelepas Dahaga
Oleh: Arjuna Al Ichsan Siregar, S.Sos Anggota/Koordinator Divisi Hukum, Humas, dan Hubungan Antarlembaga Bawaslu Kabupaten Sleman     Apakah Bawaslu Kabupaten/Kota berwenang mengawasi penyelenggaraan Pemilihan Bupati/Wali Kota tahun 2020 yang digelar serentak secara nasional? Kini perdebatan itu tak lagi menghiasi halaman media massa. Bawaslu Kabupaten/Kota kini tinggal fokus dan fokus mengawasi penyelenggaraan tahapan Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Tahun 2020.

Ya, perdebatan seputar kewenangan Bawaslu Kabupaten/Kota itu mereda sejak dikeluarkannya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 48/PUU-XVII/2019 tentang Permohonan Pegujian Undang-Undang 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota atau biasa disebut UU Pilkada pada 29 Januari 2020 lalu. Putusan MK itu seakan menghapus sejenak dahaga para pengawas Pemilu dalam menyongsong perhelatan akbar demokrasi di 270 daerah yang akan menggelar pemilihan serentak pada 23 September mendatang. Sebuah putusan yang melengkapi dan semakin mengokohkan sikap dan langkah yang diambil Bawaslu dalam mengawasi pemilihan serentak 2020 yang sejak awal memutuskan tak akan merekrut Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) Kabupaten/Kota sebagaimana tersebut di dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

Sebelum adanya putusan MK, posisi Bawaslu Kabupaten/Kota dalam mengawasi tahapan Pemilihan 2020 turut mengundang pertanyaan dari sejumlah pihak. Salah satu pertanyaan mendasar, dari sisi hukum yang diberikan kewenangan untuk mengawasi pemilihan adalah Panwaslu Kabupaten/Kota, bukan Bawaslu Kabupaten/Kota. Namun, di sisi lain, secara hukum pula, dasar hukum Panwaslu Kabupaten/Kota dalam mengawasi pemilihan, yakni UU Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum dinyatakan tidak berlaku lagi sejak ditetapkannya UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Selain itu, secara faktual jajaran pengawas pemilu tingkat kabupaten/kota sudah terbentuk permanen saat ini dengan nomenklatur Bawaslu Kabupaten/Kota yang baru akan berakhir masa tugasnya pada tahun 2023 dan bersifat hierarkhis. Kondisi dilematis inilah yang akhirnya mendorong sejumlah anggota Bawaslu, yakni Ketua Bawaslu Provinsi Sumatera Barat, Ketua Bawaslu Kota Makassar, dan Anggota Bawaslu Kabupaten Ponorogo mengajukan uji materi UU Nomor 10 Tahun 2016 ke MK.

Salah satu akar permasalahan yang turut mendorong dilakukannya uji materi terhadap UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tersebut juga tidak lain adalah karena belum dilakukannya revisi atau perbaikan regulasi pascaditetapkannya UU penyelenggara pemilu terbaru, UU Nomor 7 Tahun 2017. Selain persoalan nomenklatur, pengaturan lainnya yang dipandang perlu dilakukan perbaikan terkait kewenangan dan mekanisme penanganan dugaan pelanggaran dan sengketa oleh Bawaslu. Kondisi inilah yang mendorong Bawaslu beberapa waktu lalu mengusulkan perlunya dilakukan revisi UU Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota kepada DPR.

Namun demikian, meski usulan Bawaslu itu belum mendapatkan respon positip dari Komisi II DPR, Bawaslu telah berikhtiar merevisi sejumlah Peraturan Bawaslu terkait pengawasan tahapan Pemilihan Tahun 2020 agar penyelenggaraan pemilihan 23 September 2020 mendatang dapat berjalan luber, jurdil, aman, lancar, dan berkualitas. Semoga. (*)     

 

*Tulisan ini telah dimuat di buletin Zona Integritas Bawaslu Kabupaten Sleman Edisi I Tahun 2020. Download PDF bulletin Zona Integritas Edisi I Tahun 2020: [klik disini]