Lompat ke isi utama

Berita

Menuju Sleman Tanpa Politik Uang

Menuju Sleman Tanpa Politik Uang

SLEMAN-Dalam rangka keberlanjutan program pengawasan partisipatif untuk mewujudkan Pemilu dan Pemilihan tanpa politik uang, Bawaslu Kabupaten Sleman menyelenggarakan pertemuan terkait Pengembangan Desa Anti Politik Uang (APU) di Kabupaten Sleman pada hari Selasa tanggal 30 November 2021.

Bertempat di The Alana Hotel Yogyakarta & Convention Centre, pertemuan tersebut mengundang Kepala Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Sleman, Lurah Candibinangun, Lurah Sardonoharjo, Lurah Maguwoharjo, Lurah Ambarketawang, Lurah Trimulyo, Lurah Sendangsari, Lurah Jogotirto, Lurah Pandowoharjo, Ketua Badan Permusyawaratan Kelurahan (Bamuskel) Trimulyo, Ketua Perhimpunan Bamuskel Perempuan Kabupaten Sleman, Ketua Karang Taruna Kabupaten Sleman, dan Alumni SKPP Sleman Tahun 2021.

Menghadirkan narasumber Anggota Bawaslu DIY, M. Amir Nashiruddin, dan Inisiator Desa APU Murtigading, Fauzi Ahmad Noor, pertemuan ini mengajak para peserta untuk berkomitmen menolak praktik politik uang dan menindaklanjutinya dengan program dan kebijakan di wilayah kerjanya masing - masing dengan bersinergi bersama jajaran stake holder dan para penggiat demokrasi setempat.

Dalam sambutannya saat membuka pertemuan ini, Ketua Bawaslu Kabupaten Sleman, M. Abdul Karim Mustofa, menyampaikan jika pertemuan ini bertujuan untuk memberikan pendidikan politik kepada masyarakat, terutama terkait politik uang.

“Pada Pemilu 2019 dan Pilkada 2020, Bawaslu Kabupaten Sleman telah menginisiasi dan mendeklarasikan dua desa anti politik uang, yaitu Desa Candibinangun dan Desa Sardonoharjo”, tuturnya.

“Pendeklarasian dua desa anti politik uang ini dalam rangka mengajak stake holder dan masyarakat untuk bersama – sama mewujudkan Pemilu dan Pilkada di Kabupaten Sleman yang bersih atau bebas dari praktik politik uang”, lanjutnya.

“Untuk kali ini, inisiasi atau pembentukan desa anti politik uang justru bersifat bottom up, dalam arti inisiatif, ide, dan dorongan untuk membentuk desa anti politik uang ini berasal dari masyarakat itu sendiri lalu kemudian nantinya disampaikan dan direspon oleh Bawaslu”, pungkasnya.

Sementara itu, M. Amir Nashiruddin, dalam pemaparan materinya menerangkan tentang budaya politik uang yang sudah dianggap biasa oleh masyarakat karena praktik tersebut telah berlangsung lama sejak ratusan tahun yang lalu.

“Menurut hasil riset politik seorang pejabat Hindia Belanda, Herman Warner Muntinghae, masyarakat di Indonesia mulai mengenal politik uang dalam memperoleh jabatan adalah ketika marak terjadinya pembangkangan sipil di Jawa saat terjadinya Perang Diponegoro pada awal abad ke - 19”, jelasnya.

“Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah Hindia Belanda kemudian mulai intervensi lebih jauh dalam pergantian atau pemilihan pemangku wilayah lokal yang sebelumnya berjalan secara turun – temurun”, sambungnya.

“Caranya adalah dengan mengubah pergantian pemangku wilayah lokal dengan seleksi terbuka, tidak lagi secara turun – temurun, lalu intervensi juga dalam proses seleksi tersebut dengan menggunakan uang dan barang untuk mempermudah kontrol atau kendali kepada pemangku wilayah lokal yang terpilih dalam seleksi”, pungkasnya.

Di sisi lain, Fauzi Ahmad Noor, dalam penjelasan materinya lebih menceritakan tentang pengalamannya saat menginisiasi Desa Murtigading di Kecamatan Sanden Kabupaten Bantul sebagai desa anti politik uang.

“Berangkat dari hadits Nabi yang mengatakan bahwa Allah melaknat orang yang melalukan suap dan yang menerima suap, Saya dan rekan – rekan yang kemudian disebut dengan Tim 11 mempunyai ide untuk menjadikan Desa Murtigading sebagai desa anti politik uang di Kabupaten Bantul”, ujarnya.

“Selain itu, Saya dan rekan – rekan relawan ini merasa sangat prihatin melihat kondisi masyarakat yang begitu pragmatis dan transaksional pada Pemilu tahun 2014 sehingga ada keinginan dari sebagian masyarakat, terutama kalangan muda, agar ada tindakan nyata untuk memberantas praktik politik uang”, lanjutnya.

“Adanya dukungan dari Pimpinan Ranting Muhammadiyah saat itu makin memperkuat tekad kami dalam mewujudkan Desa Murtigading sebagai desa anti politik uang”, tandasnya.

“Tentu saja tidak mudah dan penuh lika – liku, namun kemudian kami mencoba konsep anti politik uang ini untuk pertama kalinya di pemilihan kepala desa atau lurah pada tahun 2016, lalu berlanjut pada Pemilu 2019 dan Pilkada di tahun 2020”, pungkasnya.(*)