Lompat ke isi utama

Berita

Cegah “Money Politics” dalam Pilkada Sleman

Cegah “Money Politics” dalam Pilkada Sleman
Oleh : Ibnu Darpito, S.H., M.H. Anggota/Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Kabupaten Sleman  

 

 

Pada tanggal 23 September 2020 yang akan datang, sejatinya Kabupaten Sleman akan menyelenggarakan pilkada (pemilihan kepala daerah) secara langsung untuk memilih Bupati dan Wakil Bupati periode 2021-2024. Terlepas dari siapapun yang nantinya akan terpilih, tentunya semua pihak berharap pilkada tak hanya berlangsung sebagai ajang seremoni pesta demokrasi lokal semata. Lebih dari itu, diharapkan dapat menjadi ajang pencarian pemimpin yang bebas KKN, mampu menerapkan good government, dan menjunjung tinggi nilai-nilai, adat istiadat serta budayanjawani bagi masyarakat Sleman.

Sebagai salah satu prasyarat lahirnya kepemimpinan yang kuat dan bebas KKN, semestinya proses kemenangandalam pilkada diperoleh dari sebuah pemilihan yang legitimated. Legitimasi kemenangan dari para kontestan yang bertarung dalam pilkada prinsipnya adalah mengikuti proses sesuai dengan aturan main yang telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kotayang pelaksanaannya diharapkan menjunjung tinggiasas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

Sebaliknya, salah satu faktor yang mempengaruhi lahirnya pemimpin korup dan khianat adalah berawal dari sebuah proses pilkada yang dinodai oleh praktik-praktik kotor para kandidat dalam memperoleh kemenangannya. Praktik kotor dimaksud salah satunya adalah memberikan imbalan materi berbentuk uang atau memberikan berbagai barang, baik milik pribadi atau orang lain untuk mempengaruhi suara pemilihyang lebih dikenal dengan istilah politik uang (money politic). Contoh lainnya, menyuap penyelenggara agar dimenangkan dalam pilkada.

Perilaku money politics sejatinya merusak demokrasi itu sendiri. Pemilih tidak memilih calon berdasarkan program dan visi misi yang ditawarkan, tapi hanya berdasar jumlah uang yang diterima menjelang pemilihan.

Untuk menanggulangi praktik politik uang dalam Pilkada Sleman,secara khusus UU Pilkada telah mengatur dan merumuskan sejumlah sanksi, baik pidana maupun administrasi. Sanksi pidana politik uang khususnya, tak hanya dapat dikenakan kepada si pemberi atau pasangan calon atau tim kampanye pasangan calon, tapi juga si penerima. Bentuk sanksi pidananya dapat berupa pidana penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama 72 bulan dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.  Sementara, bentuk sanksi administrasinya bisa berujung pada pembatalan pasangan calon.

Keberhasilan pelaksanaan pilkada tak terlepas dari peran serta atau partisipasi masyarakat. Diperlukan sosialisasi dan pendidikan politik mutlak  untuk mendorong partisipasi masyarakat agar dapat menentukan pilihannya dengan benar didasarkan atas rasionalitas, ide, gagasan, program, rekam jejak para calon, dan bukan didasarkan pada kepentingan transaksional.

Di sisi lain, adanya informasi dugaan pelanggaran dari masyarakat akan memudahkan Bawaslu Kabupaten Sleman dalam memproses setiap dugaan pelanggaran yang terjadi disertai dengan alat bukti yang kuat, seperti foto, video, atau barang bukti lainnya. Dengan demikian, harapan terselenggaranya pilkada bersih dan berkualitas guna mendapatkan pemimpin-pemimpin yang berkualitas, memilikikapasitasdan integritas dapat terwujud. (*)

 

*Tulisan ini telah dimuat di buletin Zona Integritas Bawaslu Kabupaten Sleman Edisi I Tahun 2020. Download PDF bulletin Zona Integritas Edisi I Tahun 2020: [klik disini]